TEKNIK PENULISAN SOAL
BENTUK URAIAN
Pengertian
Soal
bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk mengingat
dan mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya
dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk
uraian tertulis. Selain mengukur kemampuan siswa dalam hal menyajikan jawaban
terurai secara bebas, juga menyangkut pengukuran kemampuan siswa dalam hal
menguraikan atau memadukan gagasan-gagasan, atau menyelesaikan hitungan-hitungan
terhadap materi atau konsep tertentu seperti terdapat dalam mata pelajaran
Matematika dan IPA secara tertulis.
Berdasarkan
penyekorannya, soal bentuk uraian diklasifikasikan atas uraian objektif dan
uraian nonobjektif. Soal bentuk uaraian objektif (BUO) adalah suatu soal atau
pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tetrtentu
sehingga penyekorannya dapat dilakukan secara objektif. Sedangkan soal bentuk
uraian nonobjektif (BUNO) adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban
dengan pengertian atau konsep menurut pendapat masing-masing siswa sehingga
penyekorannya mengandung unsur subjektifitas (sukar dilakukan secara objektif).
Perbandingan
antara Soal BUO dan BUNO
Perbedaan
antara soal BUO dan BUNO terletak pada kepastian penyekorannya. Pada soal BUO
kunci jawaban dan pedoman penyekorannya lebih pasti (diuraikan secara
jelashal-hal komponen yang diskor dan berapa besarnya skor untuk setiap
komponen). Pada soal BUNO pengaruh unsur subjektifitas dalam penyekoran dapat dikurangi
dengan cara membuat rentang skor untuk setiap kriteria. Dengan kata lain,
pedoman yang rinci dan jelas dapat digunakan oleh orang yang berbeda untuk
menyekor jawaban masing-masing siswa sehingga hasil penyekorannya relatif sama.
Skor
soal BUNO dinyatakan dalam bentuk rentangan karena hal-hal atau komponen yang
diskor hanya diuraikan secara garis besar dan berupa krteria tertentu.
Keunggulan dan
Keterbatasan
Secara
umum keunggulan soal bentuk uraian adalah dapat mengukur kemampuan siswa dalam
hal mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan
gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat sendiiri.
Sedangkan
beberapa kelemahannya, antara lain adalah jumlah materi atau pokok bahasan yang
dapat ditanyakan sangat terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban siswa cukup
lama, pensekorannya relatif subjektif, khususnya untuk soal BUNO, dan tingkat
reliabilitasnya relatif renda dibanding dengan soal-soal bentuk ilihan
ganda.
Kaidah-kaidah
Penulisan Soal Bentuk Uraian
Pada dasarnya setiap penulisan soal bentuk uaraian harus selalu
berpedoman pada langkah-langkah atau kaidah-kaidah penulisan soal secara mum,
misalnya mengacu pada kisi-kisi tes yang telah dibuat dan tujuan soalnya jelas.
Dalam menulis bentuk uraian, seorang penulis soal harus sudah mempunyai
gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang
diharapkan, kedalaman, dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin
diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini merupakan kriteria
luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Hal ini harus tegas dan jelas
tergambar dalam rumusan soalnya. Dengan adanya batasan ruang lingkup tersebut,
kemungkinan terjadinya ketidakjelasan soal dapat dihindari. Ruang lingkup
tersebut juga akan membantu mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman
penyekoran.
Beberapa kaidah yang perlu
diperhatikan dalam penulisan soaol bentuk uraian adalah; a) materi, b)
konstruksi, dan c) bahasa. Secara rinci kaidah tersebut diuraikan di bawah ini.
A. Materi
1.
Soal harus sesuai dengan
indikator. Artinya soal arus mananyakan perilaku dan materi yang hendak diukur
sesuai dengan tuntutan indikator.
2.
Batasan pertanyaan dan jawaban
yang diharapkan (ruang ingkup) harus jelas.
3.
Isi materi sesuai dengan tujuan
pengukuran.
4.
Isi materi yang ditanyakan sudah
sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas.
B. Konstruksi
1.
Rumusan kalimat soal atau
pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban
terurai, seperti: mengapa uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan,
buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut uraian,
misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kalimat tanya yang hanya
menuntut jawaban ya atau tidak.
2.
Buatlah petunjuk yang jelas tentang
cara mengerjakan soal.
3.
Buatlah pedoman penyekoran segera
setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau
kriteria penyekoranya, besarnya skor bagi setiap komponen, serta rentangan skor
yang dapat diperoleh untuk soal yang bersangkutan.
4.
Hal-hal lain yang menyertai soal
seperti tabel, gambar, rafk, peta, atau yang sejenisnya, harus disajikan dengan
jelas dan terbaca sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
C. Bahasa
1.
Rumusan kalimat soal harus
komunikatif, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana dan menggunakan kata-kata
yang sudah dikenal siswa.
2.
Butir soal menngunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
3.
Rumusan soal tidak menggunakan
kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
4.
Jangan menggunakan bahasa yang
berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk tingkat daerah atau nasional.
5.
Rumusan soal tidak mengandung
kata-kata yang menyingung perasaan siswa.
Penyusunan
Pedoman Penyekoran
Pedoman penyekoran
merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang:
1.
batasan atau kata-kata kunci untuk
melakukan penyekoran terhadap soal-soal BUO.
2.
kriteria-kriteria jawaban yang
digunakan untuk melakukan penyekoran terhadap soal-soal BUNO.
Pedoman pemberian
skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah perumusan
kalimat-kalimat butir soal tersebut. Banyak penulis soal yang memiliki
kebiasaan kurang baik seperti menuliskan pedoman pemberian skor soal bentuk
uraian ketika akan memeriksapekerjaan siswa. Cara ini kurang baik an kurang
dapat dipertanggungjawabakankarena dapat mempengaruhi objektifitas penyekoran
dan penilaian. Bila cara ini digunakan guru, maka objektifitas yang diinginkan
dalam tes bentuk araian tidak akan dapat tercapai.
Perbandingan antara Bentuk Soal Pilihan Ganda dan Uraian
Karakteristik
|
Uraian
|
Pilihan Ganda
|
Penulisan Soal
|
Relatif mudah
|
Relatif sukar
|
Jumlah Pokok
Bahasan yang Ditanyakan
|
Terbatas
|
Lebih banyak
|
Aspek yang Diukur
|
Dapat lebih ari
satu
|
Hanya satu
|
Persiapan Siswa
|
Penekanannya pada kedalaman materi
|
Lebih menekankan
pada keluasan materi
|
Jawaban Siswa
|
Mengorganisasikan
jawaban
|
Memilih jawaban
|
Kecenderungan
menebak
|
Tidak ada
|
Ada
|
Penyekoran
|
Sukar, lama, kurang konsisten (reliabel) dan subjektif
|
Mudah, cepat, sangat konsisten dan objektif
|
Contoh-contoh
pedoman penyekoran serta cara-cara melakukan penyekoran untuk kedua jenis soal
uraian (BUO dan BUNO) adalah sebagai berikut:
A. Uraian
Objektif
Jenis
Sekolah : SD
Mata
Pelajaran : Matematika
Kelas/Cawu : 6/II
PB/SPB : 9.1
Indikator : Siswa dapat menghitung isi bangun
ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir Soal : Sebuah bak mandi berbentuk balok
berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi
bak mandi tersebut? (Untuk mengerjakannya tuliskan langkah-langkahnya).
Pedoman
Penyekoran
LANGKAH
|
KUNCI JAWABAN
|
SKOR
|
1
2
3
4
5
|
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
= 150 cm x 80 cm x 75 cm
= 900.000 cm3
Isi Bak mandi
dalam liter = 900.000
![]()
1.000
= 900 liter
|
1
1
1
1
1
|
Skor maksimum
|
5
|
B. Uraian
Nonobjektif
Jenis
Sekolah : SD
Mata
Pelajaran : PPKn
Kelas/Cawu : 6/I
PB/SPB : Persatuan dan Kesatuan
Indikator : Siswa dapat menjelaskan tentang
rasa bangganya sebagai bangsa Indonesia.
Butir Soal : Jelaskan alasan apa saja yang
membuat kita perlu berbangga sebagai bangsa Indonesia!
Jawaban boleh
bermacam-macam, namun pada pokoknya jawaban dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
KRITERIA JAWABAN
|
RENTANG SKOR
|
Kebanggan yang berkaitan dengan alam Indonesia
|
0 – 2
|
Kebanggan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia
(pemandangan alamnya, geografisnya, dsb.)
|
0 – 2
|
Kebanggan yang berkaitan dengan kenekaragaman budaya, suku, adat
istiadat, tetapi dapat bersatu
|
0 – 2
|
Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia
|
0 – 2
|
Skor mkasimum
|
8
|
Pembobotan Soal Uraian
Pembobotan
Pembobotan soal adalah pemberian bobot kepada suatu soal dengan cara
membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Dengan
demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan dalam penyusunan
perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri sendiri maka tidak dapat
dihitung atau ditetapkan bobotnya.
Bobot setiap soal uraian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan
dengan mempetimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan materinya dan
karakteristik soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak
dibuatkan soalnya, esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan,
dan tingkat kesukaran soal tersebut.
Di samping faktor-faktor tersebut, hal-hal lain yang perlu pula
dipertimbangkan dalam pembobotan soal uraian adalah skala penskoran yang hendak
digunakan, misalnya skala 10, skala 100. Apabila digunakan skala 10, misalnya,
maka jumlah bobot semua soal itu harus 10 dan terbagi dalam semua soal yang
ditanyakan. Dengan demikian, andaikata ada tiga soal. Mungkin saja soal No. 1
bobotnya 5, soal No. 2 bobotnya 2, dan soal No. 3 bobotnya 3. Apabila digunakan
skala 100, maka jumlah bobot semua soal yang ditanyakan dalam perangkat tes itu
harus 100, yang dirincikan dalam setiap soal yang ditanyakan. Hal ini
semata-mata untuk memudahkan penghitungan skor.
Sebagaimana telah dikatakan di atas, tiap soal uraian, Baik BUO maupun
BUNO, mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah maksimum suatu butir
soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut. Dengan demikian,
suatu soal dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat mempunyai bobot soal
yang sama dengan skor mentah maksimum itu, dapat pula lebih rendah atau lebih
tinggi daripada skor mentah maksimum itu.
Skor jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian
ditetapkan dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah
maksimum soal dan kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang
dipakai untuk penghitungan skor butir soal (SBS) adalah:
A

B
Catatan: SBS =
Skor Butir Soal
A = skor
mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal itu
B = skor
mentah maksimum soal tersebut.
C = bobot
soal
Setelah diperoleh skor pada setiap soal (SBS), maka dapat dihitung
total skor butir soal sebagai skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal
dalam tes itu, dengan menggunakan rumus:
STS
= å SBS
Contoh:
A. STS = Total bobot soal
* Dengan skala 10
No. Soal
|
Skor Mentah Perolehan
|
Skor Mentah Maksimum
|
Bobot Soal
|
Skor Butir Soal
|
(A)
|
(B)
|
(C)
|
(SBS)
|
|
1.
|
60
|
60
|
20
|
20,00
|
2.
|
40
|
40
|
30
|
30,00
|
3.
|
20
|
20
|
30
|
30,00
|
4.
|
20
|
20
|
20
|
20,00
|
Jumlah
|
140
|
140
|
100
|
100,00(STS)
|
B. STS ¹ Total bobot soal
* Dengan skala 100
No. Soal
|
Skor Mentah
|
Skor Mentah Maksimum
|
Bobot Soal
|
Skor Butir Soal
|
(A)
|
(B)
|
(C)
|
(SBS)
|
|
1.
|
30
|
60
|
20
|
10,00
|
2.
|
40
|
40
|
30
|
30,00
|
3.
|
20
|
20
|
30
|
30,00
|
4.
|
10
|
20
|
20
|
10,00
|
Jumlah
|
100
|
140
|
100
|
80,00(STS)
|
Dalam penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam
penghitungan skor total siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat
perbedaan antara soal uaraian objektif dan soal uraian nonobjektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar